Andreas_Ceperist@ymail.com

Senin, 25 November 2013

penerapan GCG dipemerintah


D. Penerapan GCG di Pemerintah

        LKM sebagai lembaga keuangan memiliki wewenang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk tabungan dan deposito. Sebagai perusahaan, LKM juga memiliki wewenang untuk mendapatkan dana dari kreditur ataupun investor. Perlindungan hukum kepada pihak pemilik dana ini tentunya harus memadai untuk mengantisipasi kemungkinan penyalahgunanaan wewenang oleh pihak tertentu. Sebagai Lembaga Mikro dengan segmentasi pasar masyarakat kecil dan mikro serta sebagian masyarakat menengah, potensi sumber dana yang bisa digarap cukup besar. Disisi lain aturan yang membatasi jumlah dana yang boleh dihimpun LKM relatif lebih longgar terutama dari sisi pengawasan. Dibanding Bank Umum dimana posisi likuiditasnya bisa terpantau oleh Bank Sentral baik secara makro ataupun mikro, sebagian besar LKM bisa dibilang luput dari pengawasan terinci menyangkut tanggung jawab terhadap dana masyarakat ini. Dengan kondisi ini, besar potensi terjadinya ketidakseimbangan hak dan kewajiban antara masyarakat penabung, kreditur, investor dengan pihak LKM sebagai pengelola dana. Perlindungan terhadap dana masyarakat serta mekanisme tanggung jawab pihak LKM kepada masyarakat belum memadai. Pada tahap ini, penerapan prinsip-prinsip GCG secara benar, sedikit banyak akan membantu terbentukanya sistem yang lebih berkeadilan, bertanggung jawab, transparan, dan berakuntabilitas.
Cost & Benefit penerapan GCG di LKM
Isu Cost & Benefit menjadi hal yang mendasar jika GCG diterapkan di LKM. Sebagai suatu sistem, implementasi GCG akan membutuhkan biaya dan alokasi sumber daya perusahaan. Penerapan GCG juga harus ditunjang dengan organ-organ GCG yang memadai untuk menjamin terlaksananya GCG sebagaimana yang diharapkan. Kesemua hal ini secara pasti akan meningkatkan pengeluaran perusahaan sementara dilain pihak dampak positifnya belum akan terlihat dalam waktu yang singkat. Penerapan GCG didalam perusahaan juga tidak akan serta merta meningkatkan nilai perusahaan. Diperlukan suatu proses dan pembelajaran bagi perusahaan terutama LKM untuk bisa mewujudkan penerapan GCG yang efisien dan efektif. Sementara itu, kebutuhan mendasar LKM hingga saat ini, belum sampai pada tahap advance, melainkan masih terpaku pada permasalah mendasar seputar profitabilitas dan kesinambungan usaha. Tingkat keuntungan usaha lembaga keuangan sangat tergantung kepada volume usahanya, sementara LKM masih mengalami kendala seputar minimnya modal untuk tujuan pengembangan usahanya. Namun demikian hal ini belum berarti bahwa GCG tidak mungkin diterapkan di LKM. Prinsip-prinsip GCG bisa diterapkan dengan perangkat yang sederhana misalkan adanya aturan dan komitmen memenuhinya. GCG jika diterapkan di LKM, perlu konsep dan model yang sederhana namun efektif guna menjamin prinsip GCG dijalankan namun dengan beban yang ringan.

Komentar : Dengan kondisi ini, besar potensi terjadinya ketidakseimbangan hak dan kewajiban antara masyarakat penabung, kreditur, investor dengan pihak LKM sebagai pengelola dana.
Sumber : Business Associate Berkah Madani School of Microfinance

penerapan GCG BUMN


C. Penerapan GCG pada BUMN
Penerapan prinsip-prinsip GCG bukan hanya di Kantor Direksi tetapi meliputi seluruh jajaran perusahaan baik pada Bagian, Kantor Group Unit Usaha. Prinsip-prinsip GCG akan tercermin dalam imolementasi Code of Conduct (Pedoman Perilaku). Karena penerapan GCG akan berdampak kepada peningkatan nilai termasuk bagi pelaku bisnis, maka seluruh pelaku bisnis perusahaan sepakat dan bertekad mendukung GCG pada PTPN IV (Persero). Terdapat enam hal tujuan dari penerapan GCG pada BUMN.
1)  Memaksimalkan nilai BUMN dengan cara meningkatkan prinsip keterbukaan, akuntabilitas, dapat dipercaya, bertanggung jawab, dan adil agar perusahaan memiliki daya saing yang kuat, baik secara nasional maupun internasional.
2)  Mendorong pengelolaan BUMN secara profesional, transparan dan efisien, serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian organ.
3)  Mendorong agar organ dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta kesadaran akan adanya tanggung jawab sosial BUMN terhadap stakeholder maupun kelestarian lingkungan di sekitar BUMN.
4)  Meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian nasional.
5)  Meningkatkan iklim investasi nasional.
6)  Mensukseskan program privatisasi.
Adapun keuntungan yang diperoleh dengan menerapkan Corporate Governance pada perusahaan adalah:
1)  Lebih mudah meningkatkan modal
2)  Mengurangi biaya modal
3)  Meningkatkan kinerja perusahaan dan kinerja keuangan
4)  Memberikan dampak yang baik terhadap harga saham.
             Penerapan GCG dapat meningkatkan nilai perusahaan, dengan meningkatkan kinerja keuangan, mengurangi risiko yang mungkin dilakukan oleh dewan dengan keputusan yang menguntungkan diri sendiri, dan umumnya Corporate Governance dapat meningkatkan kepercayaan investor. Corporate Governance yang buruk menurunkan tingkat kepercayaan investor, lemahnya praktik GCG merupakan salah satu faktor yang memperpanjang krisi ekonomi di Negara kita. Pemerintah melalui kantor kementrian BUMN maupun otoritas pasar modal dalam hal ini Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) dan direksi Bursa Efek Indonesia (pada saat itu masih Bursa Efek Jakarta) telah mewajibkan BUMN dan Emiten untuk menerapkan kebijakan GCG yang bertujuan menciptakan kepastian hukum yang bermuara kepada perlindungan investor dan masyarakat. Focus utama penerapan GCG saat ini adalah di lingkungan BUMN dan perusahaan terbuka, namun kenyataannya konsep GCG masih belum dipahami dengan baik oleh sebagian besar pelaku usaha. Penerapan GCG di organisasi publik, bank maupun BUMN, dirahapkan dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat, untuk mengantisipasi persaingan yang ketat di era pasar bebas, tanggung jawab sosial perusahaan dan etika bisnis. Suatu bisnis tidak hanya dijalankan dengan modal uang saja, tetapi juga dengan tanggung jawab dan moralitas perusahaan terhadap stakeholders dan masyarakat. Penerapan GCG tidak dapat dilepaskan dari moral dan etika para pelaku bisnis, yang selayaknya dituangkan dalam suatu standar baku di masing-masing perusahaan yang disebut Corporate Code of Conduct. Privatisasi memungkinkan penerapan GCG dengan lebih baik dan konsisten di lingkungan BUMN, yang pada gilirannya menumbuhkan keyakinan investor kepada BUMN. Bagi Indonesia, dengan aktivitas BUMN yang hampir menyentuh berbagai sektor ekonomi nasional, tumbuhnya keyakinan investor terhadap BUMN akan sangat berpengaruh secara keseleruhan. Privatisasi memungkinkan penerapan GCG dengan lebih baik dan konsisten di lingkungan BUMN, yang pada gilirannya menumbuhkan keyakinan investor kepada BUMN. Bagi Indonesia, dengan aktivitas BUMN yang hampir menyentuh berbagai sektor ekonomi nasional, tumbuhnya keyakinan investor terhadap BUMN akan sangat berpengaruh secara keseleruhan.
Komentar :
Penerapan GCG tidak dapat dilepaskan dari moral dan etika para pelaku bisnis, yang selayaknya dituangkan dalam suatu standar baku di masing-masing perusahaan yang disebut Corporate Code of Conduct.
Sumber :

penerapan GCG


B. Penerapan GCG Perbankan
Penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance menjadi suatu keniscayaan bagi sebuah institusi, termasuk bagi lembaga keuangan seperti bank syari’ah. Hal ini berkaitan dengan tanggung jawab kepada masyarakat atas kegiatan operasioanal bank yang diharapkan benar-benar mematuhi ketentuan-ketentuan dalam peraturan-peraturan yang berlaku Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 200 tentang Perbankan Syari’ah. Secara yuridis bank syari’ah bertanggung jawab kepada banyak pihak (stakeholders), yaitu nasabah penabung, pemegang saham, investor obligasi, bank koresponden, regulator, pegawai, pemasok, masyarakat, dan lingkungan, sehingga penerapan GCG menjadi suatu kebutuhan bagi bank syari’ah. Penerapan GCG merupakan wujud pertanggungjawaban kepada masyarakat bahwa bahwa bank syari’ah dikelola dengan baik, profesional, dan hati-hati dengan tetap berupaya meningkatkan nilai pemegang saham tanpa mengabaikan kepentingan stakeholders lainnya. Dengan demikian bahwa penerapan prinsip-prinsip GCG dalam sebuah operasioanl perusahaan terutama yang bergerak dalam bidang keuangan seperti bank terutama bank syari’ah sangatlah penting. Karena dalam operasionalnya, pihak bankir dituntut untuk selalu melaksanakan prinsip kehati-hatian bank dalam memberikan jasa dan layanan keuangan kepada masyarakat. Bank Indonesia sebagai pemegang otoritas perbankan harus mampu melakukan penilaian dan penindakan terhadap pelaksanaan GCG bank.
Bank wajib melaksanakan prinsip-prinsip GCG dalam setiap kegiatan usahanya pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi termasuk pada saat penyusunan visi, misi, rencana strategis, pelaksanaan kebijakan dan langkah-langkah pengawasan internal. Cakupan penerapan prinsip-prinsip GCG dimaksud paling kurang harus diwujudkan dalam:
1.    pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi;
2.    kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite-komite dan satuan kerja yang menjalankan fungsi pengendalian intern bank;
3.    penerapan fungsi kepatuhan, auditor internal dan auditor eksternal;
4.    penerapan manajemen risiko, termasuk sistem pengendalian intern;
5.    penyediaan dana kepada pihak terkait dan penyediaan dana besar;
6.    rencana strategis Bank;
7.    transparansi kondisi keuangan dan non keuangan Bank.

Seiring dengan tuntutan penerapan GCG pada sektor perbankan, maka pada tahun 2006 Bank Indonesia menggagas peraturan yang secara khusus mengatur mengenai ketentuan pelaksanaan GCG di Bank Umum. Peraturan yang dimaksud adalah Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum yang kembali disempurnakan melalui PBI No. 8/14/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006 tentang Perubahan Atas PBI No. 8/4/PBI/2006, kemudian disempurnakan lagi PBI Nomor 11/33/PBI/2009 tanggal 7 Desember 2009 dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/13/DPbs tanggal 30 April 2010 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum Syari’ah dan Unit Usaha Syari’ah. Peraturan ini menegaskan bahwa pelaksanaan GCG pada industri perbankan harus senantiasa berlandaskan pada lima prinsip dasar yakni keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban (responsibility), independensi (independency), dan kewajaran (fairness). Dalam pelaksanaan GCG tersebut, diperlukan keberadaaan Komisaris Independen dan Pihak Independen. Keberadaan pihak-pihak independen tersebut, diharapkan dapat mengatasi dampak moral hazard dan menciptakan check and balance, menghindari benturan kepentingan (conflik of interest) dalam pelaksanaan tugasnya serta melindungi kepentingan stakeholders khususnya pemilik dana dan pemegang saham minoritas. Selain itu, PBI ini juga mewajibkan bank untuk menyampaikan Laporan Pelaksanaan GCG pada setiap akhir tahun buku dan paling lambat 5 bulan setelah tahun buku berakhir. Bagi bank yang tidak memenuhi ketentuan dalam PBI ini akan dikenakan sanksi. Selain itu, pelaksanaan GCG harus mempunyai beberapa perangkat dasar, antara lain: 
(1) sistem pengendalian intern
(2) manajemen resiko
(3) ketentuan yang mengarah pada peningkatan keterbukaan informasi
(4) sistem akuntansi
(5) mekanisme jaminan kepatuhan syari’ah
(6) audit ekstern. 


Komentar :
Dari keenam perangkat tersebut pada dasarnya berlaku bagi semua bank baik bank konvensional maupun bank syari’ah. Yang membedakannya adalah bahwa di bank syari’ah perlu adanya perangkat yang dapat menjamin kepatuhan kepada nilai-nilai syari’ah. Hal demikian tidak dijumpai dalam sistem perbankan konvensional.

Sumber : Bank ICB Bumiputera Annual Report 2011